Skeptisisme
DEFINISI
Menurut kamus besar bahasa indonesia skep-tis yaitu kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dsb): contohnya; penderitaan dan pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan skeptis. Sedangkan skeptis-isme adalah aliran (paham) yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Jadi secara umum skeptis-isme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.Dalam penggunaan sehari-hari skeptis-isme bisa berarti:
- suatu sikap keraguan atau disposisi untuk keraguan baik secara umum atau menuju objek tertentu;
- doktrin yang benar ilmu pengetahuan atau terdapat di wilayah tertentu belum pasti; atau
- metode ditangguhkan pertimbangan, keraguan sistematis, atau kritik yang karakteristik skeptis (Merriam-Webster).
- sebuah pertanyaan,
- metode mendapatkan pengetahuan melalui keraguan sistematis dan terus menerus pengujian,
- kesembarangan, relativitas, atau subyektivitas dari nilai-nilai moral,
- keterbatasan pengetahuan,
- metode intelektual kehati-hatian dan pertimbangan yang ditangguhkan.
Skeptisime sebagai sebuah pemahaman bisa dirunut dari yunani kuno. Pemahaman yang kira-kira secara gampangnya “tidak ada yang bisa kita ketahui”, “Tidak ada yang pasti” “Saya ragu-ragu.” sebuah pernyataan yang akan diprotes karena memiliki paradoks. Jika memang tidak ada yang bisa diketahui, darimana kamu mengetahuinya. Jika memang tidak ada yang pasti, perkataan itu sendiri sesuatu kepastian. Setidaknya dia yakin kalau dirinya ragu-ragu.
Skeptis juga bisa dianggap sebagai sifat. Kadang kita juga melakukannya tanpa kita sadari. Ketika kita mendengar bahwa ada cerita kita diculik pocong tentu saja kita mengerutkan kening. Kemudian kita tidak mempercayai dengan mudah, kita anggap isapan jempol, urban legend, palsu. Orang skeptis bisa memberikan argumen-argumen keberatan terhadap cerita tersebut. Mereka meminta bukti, menyodorkan fakta kenapa cerita itu tak mungkin dan lain sebagainya.
Dengan kata lain meragukan. Sifat skeptis artinya sifat meragukan sesuatu. Tidak mau menerima dengan mudah apa adanya. Selalu meragukan sesuatu jika belum ada bukti yang benar-benar jelas. Jika ada cerita maka tidak langsung mempercayainya.
Sifat semacam ini penting bagi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memerlukan suatu kepastian yang seakurat mungkin karena itu ilmuan diharapkan skeptis. Ilmuan tidak boleh langsung percaya begitu saja terhadap berita, percobaan dan lain sebagainya. Ini karena metode dalam ilmu pengetahuan yang ketat.
Jika seseorang menyatakan sebuah teori misalnya “Naga itu ada!” Ilmuan kemudian bertanya. Mana buktinya? Ilmu selalu mempertanyakan bukti. Ini karena ilmu tidak boleh mudah percaya. Ini karena di dunia banyak penipu dan pembohong, ada mereka yang menyatakan melihat sesuatu padahal tidak ada di sana. Ada juga mereka yang merasa melihat sesuatu padahal sebenarnya tidak. Jika komunitas ilmuan hendak mempercayai hal semacam ini tanpa bukti dan meminta yang lain supaya percaya, maka celakalah.
Sikap skeptis adalh sebuah pendirian didalam epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menyangsikan kenyataan yang diketahui baik ciri-cirinya maupun eksistensinya. Para skeptikus sudah ada sejak zaman yunani kuno, tetapi di dalam filsafat modern, Rene Descartes adalah perintis sikap ini dalam metode ilmiah. Kesangsian descartes dalam metode kesangsiannya adalah sebuah sikap skeptis, tetapi skeptis-isme macam itu bersifat metodis, karena tujuan akhirnya adalh untuk mendapatkan kepastian yang tak tergoyangkan, yaiutu: cogito atau subjectum sebagai onstansi akhir pengetahuan manusia. Di dalam filsafat D.Hume kita menjumpai skeptisme radikal, karena ia tidak hanya menyangsikan hubungan-hubungan kausal, melainkan juga adanya substansi atau realitas akhir yang bersifat tetap.
Dalam filsafat klasik, mempertanyakan merujuk kepada ajaran mengenai "Skeptikoi". Dalam ilmu filsafat dari yang dikatakan bahwa mereka "tidak menyatakan apa-apa selain pandangan sendiri saja." (Liddell and Scott). Dalam hal ini, keraguan filsafati, atau Pyrrhonisme adalah posisi filsafat yang harus menangguhkan satu keputusan dalam penyelidikan. Sextus Empiricus, Outlines Of Pyrrhonism, Terjemahan R.G. Bury, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1933, 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar